Saya ingin bercerita mengenai pengalaman masa lalu ketika sedang ditawarkan produk asuransi oleh salah seorang salesnya. Sebut saja namanya Donny (nama bukan sesungguhnya). Untuk mempersingkat cerita, saya langsung ke inti permasalahan aja.
Jadi Donny ini sebetulnya adalah leader dari teman saya yang lagi mampir ke kantor saya dan ngobrol-ngobrol.
Awal cerita di mulai dengan basa basi dan mulai masuk ke produk yang akan dia tawarkan.
Donny : “Pak Andry, menyambung pembicaraan kita, ini ada plan dengan masuk sekian nanti Anda bisa loh memberikan warisan sebanyak X rupiah dan tercover biaya rumah sakit senilai Y rupiah. Blah.. blah.. terus terang saya lupa dia ngomong apa aja karena saya juga lagi ada kerjaan pada saat dia menawarkan jasanya.”
Lalu setelah menjelaskan selama kurang lebih 20 menit, saya tersenyum dan berkata..
Andry : “Pak Donny, terima kasih ya sudah di jelaskan. Nanti saya coba pelajari dulu ya dan bandingkan dulu dengan beberapa penawaran lain.”
Donny : “Kira-kira kalau Bapak ada keberatannya dimana ya?”
Dengan terheran-heran, maksudnya si Donny ini apa saya menjawab lagi..
Andry : “Gak ada keberatan. Saya cuma ingin mempelajari dulu lebih lanjut sebelum ambil keputusan apapun.”
Donny : “Nah, itu dia. Apa yang bisa membuat Pak Andry ragu untuk ambil keputusan sekarang dan ikut bergabung?”
Dengan masih sopan, saya lanjutkan..
Andry : “Ragu sih kaga. Cuma ingin membandingkan saja mana yang terbaik solusinya untuk saya.”
Donny : “Kalau dari kami sih Pak, sudah pasti yang terbaik. Kami punya contoh kasus blah blah blah.. (panjang lebar)”
Lalu saya stop pembicaraan dan saya jawab dengan mencoba mendidik orang ini..
Andry : “Pak, lihat pena yang ada di tangan saya? Menurut Bapak ini harganya berapa?”
Donny : “Sekitar 5000 rupiah kali Pak.”
Andry : “OK Pak. Ini pena terbaik yang saya gunakan dan saya katakan ke Pak Donny, pena ini sudah membawakan berkah yang banyak untuk saya dan saya ingin menawarkan pena ini kepada Anda. Cukup dengan 2 juta rupiah saja. Ini pena terbaik loh. Tidak ada pena lain sebagus dan sekeren ini. Sudah terbukti.”
Donny : “Maksudnya? Kan itu cuma pena biasa aja Pak?”
Andry : “Gak.. Ini pena terbaik. Anda tidak perlu membandingkan lagi dengan yang lain. Walau yang lain mirip tapi itu cuma kelihatan di luar aja. Ga ada yang seperti punya pena saya. Sini Pak, bawa pulang hari ini. Apa yang menjadi keberatan Bapak. Berikan saya 2 juta itu dan saya berikan pena ini.”
Donny : “Ya ga gitu juga Pak… (Terdiam)”
Andry : “Itulah sebabnya saya bilang saya perlu membandingkan. Berikan saya waktu. Setiap orang sales datang pasti mengatakan produknya yang terbaik. Kalau ada yang kurang jelas, pasti akan saya tanyakan. Kalau saya mau, pasti akan saya ambil. Jangan memaksa!”
Setelah itu saya masih dengan sopannya meminta teman saya dan leadernya untuk pulang karena saya masih ada pekerjaan lain.
Apakah saya mengambil asuransi darinya walaupun data perbandingan milik mereka yang terbaik? TIDAK!
Kira-kira apa yang bisa dipelajari dari hal ini?
Kalau Anda menggunakan pandangan marketing dengan target marketing yaitu masa bodo dengan kondisi, situasi maupun client Anda dan fokus Anda hanya target, target, closing, closing. Anda justru kehilangan esensi dari marketing itu sendiri. Mau cepat mengejar closing tapi lupa bahwa yang dihadapi adalah orang lain yang punya pemikiran, kekhawatiran, pandangan dan keinginan yang berbeda dari dirinya.
Kalau Anda menggunakan value marketing, ketika client Anda menolak, Anda tidak perlu memaksa. Berikan bantuan terbesar, kalau perlu bantu dia dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan, jadi teman baiknya dan bantu dia semaksimal mungkin. Percaya gak percaya, walau nanti dapat hasil perbandingannya dan solusi dari Anda bukan yang terbaikpun, ia akan membeli kepada Anda atau ia akan refer ke temannya karena Anda baik dan sopan serta care kepadanya.
So, apakah Anda mau memberikan value atau Anda hanya perduli dengan goal Anda sendiri? Jawabannya di tangan Anda.