Setelah sekian lama melakukan kampanye iklan di Facebook ataupun berbagai media iklan online lainnya dengan skala yang cukup lumayan, ada beberapa kesimpulan yang bisa saya ambil.
Tentu saja kali ini kita membahas mengenai market lokal ya bukan market internasional (luar negeri) sebab kalau berbicara flow pattern dari mereka yang berbelanja secara online antara dalam negeri dan luar negeri itu agak berbeda.
Kalau diluar negeri, pembeli sudah terbiasa belanja dengan shopping cart serta melakukan pembayaran secara online baik dengan menggunakan debit/kartu kredit. Budaya belanja online di Indonesia masih agak berbeda. Kebanyakan masih butuh chatting terlebih dahulu dan kebanyakan pembayaran dilakukan melalui transfer bank.
Bukan berarti ini akan jadi budaya yang terus menerus, sebetulnya budaya belanja kita sedang shifting. Di Indonesia memang komposisi pengguna kartu kredit tidak sebanyak di luar negeri. Namun, perbankan kita sedang mempersiapkan sistem cashless yang nantinya bisa digunakan untuk belanja secara online.
Mari kita sama-sama lihat screenshot di bawah ini..
Gambar diatas ini adalah gambar salah satu campaign dari Facebook yang sedang di optimize.
Perhatikan kolom yang saya berikan warna merah. Itu adalah hasil pixel purchase dari mereka yang melakukan pemesanan melalui form secara online langsung. Disana tertera ada 36 order yang masuk secara online. Tentu saja, disini mereka masih hanya mengisi formulir belum betul-betul melakukan transfer.
Perhatikan kolom yang saya berikan warna biru. Itu adalah hasil pixel add-to-cart dari Facebook. Saya menggunakan pixel add-to-cart ini untuk mereka yang mengklik tombol kontak menuju BBM/WA. Disini saya bisa melihat seberapa banyak orang yang ingin chat dengan CS untuk melakukan belanja. Disana tertera 131 chat yang muncul dengan cost lebih murah tentunya.
Apakah banyak closing melalui BBM/WA? Tentu saja cukup banyak.
Coba lihat perbandingan diantara keduanya. Angka 36 dan 131 itu adalah 1:3 kurang lebih. Itu artinya jikalau Anda hanya fokus penjualan dengan memaksa calon customer Anda untuk melakukan pemesanan melalui form online maka Anda sebetulnya kehilangan sales yang cukup banyak karena masih banyak orang “kurang fasih” dalam melakukan pemesanan melalui form.
Selain daripada itu, jangan bersenang hati dulu dengan data diatas.
Ingat judul post ini? Data itu tidak relevan. Mengapa saya katakan itu?
Sederhana sekali. Itu karena data yang tertera diatas 36 dan 131 itu bukanlah data pasti bahwa terjadi konversi sesungguhnya. Diantara 36 yang mengisi form, pasti ada juga yang tidak berbelanja. Di antara 131 itu juga pasti ada yang chat tetapi tidak berbelanja.
Pada skala marketing yang besar, pada akhirnya acuan 36 dan 131 itu adalah angka perkiraan yang bisa kita ambil untuk menentukan apakah campaign ini “performing atau tidak”.
Hanya saja, pada ujungnya kesimpulan terbesar yang bisa Anda ambil dari campaign yang Anda lakukan adalah seberapa besar cost yang Anda keluarkan di bandingkan dengan penghasilan yang Anda terima.
Contohnya jikalau hari ini saya investasi di iklan sebesar 5 juta rupiah dan saya masih menerima profit bersih sebesar 2 juta. Itu berarti ROI campaign Anda adalah sekitar 40%. Tentu saja ini hasil yang cukup besar dan pada akhirnya ini yang jadi acuan Anda bukan data hasil campaign diatas.
Dengan bermain skala besar di Indonesia, optimasi campaign tidak terletak hanya pada tampilan yang ada di ads manager Anda. Masih banyak faktor lain yang perlu Anda optimasi seperti contohnya landing page, offer, flow CS yang lebih baik, pengiriman barang, database customer dan follow-up.
Seringkali ads manager mengatakan bahwa campaign tidak profit, nyatanya di lapangan, saya masih menemukan ROI yang cukup tinggi. Itu karena flow CS yang baik berhasil melakukan upsell / backend sales yang menghasilkan sales yang tinggi sehingga ROI cukup tinggi.
Jadi, jangan terlalu terpaku pada data yang terlihat di ads manager Anda untuk mengambil keputusan promosi yang menguntungkan atau tidaknya.